Search This Blog

Thursday, September 23, 2010

Muslimah Menyambut Idul Fitri

Tsaqafah  by Kemala Dewi Lc.

Fajar satu Syawal menyingsing, menandai berakhirnya bulan penuh kemuliaan. Senyum kemenangan terukir di wajah-wajah perindu Ramadhan, sambil berharap kembali meniti Ramadhan di tahun depan. Semoga Allah selalu memanjangan umur kita semua serta keluarga yang kita cintai dalam naungan ketaatan kepada Allah SWT. Allahumma Balighna Ramadhan.
Satu persatu kaki-kaki melangkah menuju tanah lapang, menyeru nama Allah lewat takbir, Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Laa Ilaha Illallahu Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahil Hamd.. hingga langit pun bersaksi, di hari itu segenap mata tak kuasa membendung airmata keharuan saat berlebaran. Lebih-lebih kita yang jauh dari sanak saudara, seolah-seolah rekaman Ramadhan tahun-tahun sebelumnya ketika berada di samping orang-orang tercinta masih segar di kepala kita masing-masing. 
Namun sebelum menyongsong hari kemenengan ini tentu semua muslim mempersiapkan hal itu, lebih-lebih muslimah yang biasanya paling sibuk. Mulai dari mempersiapakan interior rumah yang ingin tampil beda di hari raya, mempersiapakan kue-kue kecil dan merancang busana hari raya. Bagi yang mudik telah bersiap mengepak dan mempersiapkan segala sesuatu yang harus dibawa. Pokoknya hiruk pikuk urusan duniawi mengisi hari-hari para muslimah menjelang lebaran. Sehingga tak jarang kita melihat di mesjid-mesjid jama'ah yang  mulai berkurang itu adalah jama'ah muslimah. Kenapa demikian? Ada yang menjawab mereka sedang sibuk mempersiapkan mempersiapkan baju baru untuk anak-anak, atau mempersiapakan kue-kue dan hidangan lebaran, sehinga untuk melakukan qiyam sudah bolong-bolong pelaksanaannya bahkan sudah tidak semangat lagi. Na'udzubillahi min dzalik.
Lalu bagaimana seharusnya seorang muslimah dalam menyambut hari kemenangan? Apakah kita dilarang mempersiapkan hal-hal duniawi dalam menyambut hari kemenangan itu? Apakah Rasulullah mengabaikan masalah duniawi dalam menyambut hari yang penuh kemuliaan ini apalagi dalam banyak haditsnya ditekankan agar kita senantiasa menguatkan ibadah  di sepuluh terakhir Ramadhan? Jawabannya tidak.
 Mari kita simak kisah berikut ini. Ketika itu, langkah sepasang kaki terhenti oleh sesegukan gadis kecil di tepi jalan.
"Gerangan apakah yang membuat engkau menangis anakku?" lembut menyapa suara itu menahan beberapa detik segukan sang gadis.
Tak menoleh gadis kecil itu ke arah suara yang menyapanya, matanya masih menerawang tak menentu seperti mencari sesosok yang amat ia rindui kehadirannya di hari bahagia itu. Ternyata, ia menangis lantaran tak memiliki baju yang bagus untuk merayakan hari kemenangan.
"Ayahku mati syahid dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah," tutur gadis kecil itu menjawab tanya lelaki di hadapannya tentang Ayahnya.
Seketika, lelaki itu mendekap gadis kecil itu. "Maukah engkau, seandainya Aisyah menjadi ibumu, Muhammad Ayahmu, Fatimah bibimu, Ali sebagai pamanmu, dan Hasan serta Husain menjadi saudaramu?"
Gadis kecil itu terperangah. Kemudian sadarlah ia bahwa lelaki yang sejak tadi berdiri di hadapannya tak lain Muhammad Rasulullah SAW, Nabi anak yatim yang senantiasa memuliakan anak yatim. Siapakah yang tak ingin berayahkan lelaki paling mulia, dan beribu seorang Ummul Mukminin?
Begitulah lelaki agung itu membuat seorang gadis kecil yang bersedih di hari raya kembali tersenyum.
Barangkali, itulah senyuman terindah dari seorang anak yatim itu sepanjang hidupnya. Rasulullah membawa  gadis itu ke rumahnya untuk diberikan pakaian bagus, terbasuhlah sudah airmatanya. Shallahu Alaihi wa Sallam.
Rasulullah tak hanya berbaju bagus saat berlebaran, tetapi juga mengajak seorang anak yatim ikut berbaju bagus, sehingga nampak tak berbeda dengan Hasan dan Husain, kedua cucunya. Rasulullah juga memperhatikan masalah duniawi dalam menyambut hari kemenangan disamping beliau juga menekan kepada umatnya untuk mengencangkan ibadah di penghujung Ramadhan.

Apa Sebenarnya Makna Idul Fitri Bagi Muslimah?
Idul fitri bermakna sebagai hari kemenangan bagi yang puasanya diterima oleh Allah SWT  karena telah mampu melawan hawa nafsu selama sebulan penuh dan telah menjalankan ibadah puasa dengan ikhlas hanya karena Allah Ta’ala. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa malam Idul Fitri disebut malam pemberian hadiah, pada malam itu Allah berseru kepada malaikatnya: "Aku bersaksi wahai malaikatKu bahwa Aku telah memberikan pahala puasa hamba-hambaKu, pahala shalat-shalat mereka. Aku limpahkan kepada mereka ridho dan ampunanKu.
Yang menjadi pertanyaan, apakah puasa kita telah diterima oleh Allah SWT? Tentu semua kita berharap semoga Allah SWT menerimanya. Menurut para ulama ada indikasi-indikasi yang menjadi tolok ukur apakah puasa seseorang diterima atau tidak. Indikasi yang pertama adalah ketika tingkat kualitas keshalehan seseorang bertambah baik. Kedua, jiwanya selalu diliputi oleh keimanan. Ketiga, keterikatannya terhadap hukum syara’ makin meningkat baik secara individu maupun kehidupan sosialnya.
Idul Fitri juga bermakna sebagai hari kemenangan hakiki bagi yang benar-benar beramal dan menghayatinya selama bulan Ramadhan. Sehingga dapat menghantarkannya kepada pribadi yang bersih, kembali kepada fitrahnya yang suci bagai kain putih yang belum terkotori oleh noda apapun.
Meskipun pada detik-detik menjelang Idul Fitri para muslimah atau lebih tepatnya para istri dan ibu-ibu disibukkan dengan urusan rumah tangga yang bersifat duniawi, tapi bukan berarti melalaikan urusan ukhrawinya. Justru disinilah tantangannya. Muslimah ditantang untuk mampu mengatur waktu dengan baik sehingga antara kesibukan rumah tangga dan ibadah kepada Allah tetap berjalan seimbang. Jangan sampai momen baik ini terlewatkan tanpa melakukan aktifitas yang berarti di hadapan Allah SWT.
Sempatkan untuk mengevaluasi diri dan mengkalkulasi keburukan diri sendiri dan memikirkan seberapa banyak kebaikan-kebaikan yang belum dilakukan (muhasabah).
Jadikan pula Idul Fitri sebagai ajang kesyukuran, mengasah kepekaan sosial seperti yang sempat di ceritakan sebelumnya tentang sosok manusia agung Rasulullah dalam membahagiakan anak yatim. Serta refleksi diri untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Khaliq Yang Maha Kuasa.
Di negeri kita, ada tradisi silaturahmi setiap perayaan hari raya idul fitri. Sebuah tradisi yang layak untuk dilestarikan. Saling mengunjungi, saling bermaaf-maafan dengan sanak saudara, teman sejawat, tetangga, mitra kerja, atasan dan bawahan. Selain menggugurkan dosa-dosa tentunya tradisi ini akan menyambungkan kembali tali silaturahmi, mempererat persaudaraan dan semakin meningkatkan ukhuwah Islamiyyah.
Mudah-mudahan Idul Fitri kali ini, menjadikan kita hamba yang lebih baik, mempunyai semangat baru dan lahir sebagai sosok baru seperti kepompong yang berubah menjadi kupu-kupu yang penuh dengan keindahan taqwa kepada Allah SWT. Amin ya Rabbal ‘alamin. Wallahu’alam.





No comments:

Post a Comment